Kamis, 01 Juni 2017

RESUME MAKALAH

TUGAS INDIVIDU
MERESUME MAKALAH KELOMPOK 1- KELOMPOK 4
GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH  KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu Drs. Kholid Zulfa, M.Si
Disusun Oleh :
RAMDHANI PANGASTUTI
16720028 (01)
SOSIOLOGI (B)

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

A. Kelompok 1 : Identitas Nasional
1. Identitas Nasional
            Identitas Nasional (national identity adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional ang dimiliki suatu bangsa ang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011: 66). Ada beberapa faktor yang menjadikan setiap bangsa satu dengan bangsa yang berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut ialah keadaan geografi, ekologi, demografi, sejarah, kebudayaan dan watak masyarakat. Watak masyarakat akan berbeda-beda dipengaruhi oleh keadaan alam.
            Identitas Nasional dalam konteks bangsa indonesia cenderung mengacu pada kebudayaan atau karakter khas. Identitas Nasional tidak bersifat statis namun dinamis. Selalu ada kekuatan tarik menarik antara etnisitas dan globalitas. Etnisitas memiliki watak statis, mempertahankan apa yang sudah ada secara turun temurun, selalu ada upaya fundamental dan purifikasi. Sedangkan globalitas memiliki watak dinamis, selalu berubah dan merubah hal-hal ang mapan.
2. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa
            Identitas bisa ditemukan dalam dasar negara kita yaitu pancasila. Pancasila memiliki dua dimensi identitas nasional aitu dimensi kebangsaan dan dimensi kenegaraan. Contoh identitas nasional konteks kebangsaan yaitu, masyarakat indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, mementingkan musyawarah dan lain-lain. Sedangkan konteks bernegara yaitu, pancasila bersama UUD 1945 menjadi aturan tertinggi dalam NKRI.
3. Urgensi Identitas Nasional
            Urgensi idengtitas nasional adalah keadaan dimana identitas nasional bangsa menjadi sesuatu yang sangat penting bagi warga negara sehingga identitas nasional selalu dibawa oleh masyarakat. Identitas tersebut menjadi tanda pengenal masyarakat ketika diluar negeri atau berada di tempat asing.

B. Kelompok 2 : Integrasi Nasional sebagai Parameter Kesatuan dan Persatuan Bangsa
1. Pengertian Integrasi Nasional
Menurut KBBI           : Pembauran sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh atau bulat
Menurut Para Ahli      : Upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintahan dan wilayahnya (Safroedin Bahar, 1998)
            Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi kedalam sub-sub sistem yang berdiri sendiri-sendiri yang masing-masing sub sistem terkait ikatan-ikatan yang bersifat primordial. (Clifford Geertz: 105, dst).  Masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri, diantaranya:
·         Horitzontal      : perbedaan suku bangs, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan
·         Vertikal           : antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai dengan berbagai macam keanekaragaman masyarakat sadar bahwa akan ada konflik yang cukup besar :
a.       Konflik bersifat vertikal yaitu konflik antar pemerintah dengan rakyat
b.      Konflik bersifat horizontal yaitu konflik antarwarga masyarakat atau antarwarga masyarakat atau antar kelompok masyarakat.
Strategi Integrasi ada tiga, yaitu:
a.       Strategi Asimilasi        : proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi kebudayaan yang baru, dan tidak lagi tampak lagi identitas masing-masing budaya.
b.      Strategi Akulturasi      : proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi kebudayaan baru, dimana ciri-ciri budaya asli masih nampak pada kebudayaan tersebut.
c.       Strategi Pluralis           :Paham Pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan dalam masyarakat.
            Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau antara pemerintah dan rakyat. Sedangkan dimensi horizontal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan diantara perbedaan yang ada dalam masyarakat baik perbedaan tempat tinggal, suku, agama, budaya dan perbedaan lain.
Salah satu masalah yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah Primodia yang masih sangat kuat. Primodial berkisar pada masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa, daerah, agama, dan kebiasaan. (Geertz, dalam: Sudarsono, 1982:5-7)
 
C. Kelompok 3 : Nilai dan Norma Konstitusi Serta Ketentuan Konstitusionalis Perundang
1. Pengertian Nilai dan Norma
            Nilai adalah sesuatu yang dijadikan sebagai panduan dalam hal mempertimbangkan keputusan yang akan diambil. Nilai juga merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, karena mencakup pemikiran dari seseorang.
            Norma adalah aturan yang berlaku dikehidupan bermasyarakat. Aturan bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sejahtera. Secara umum konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok atau dasar yang sifatnya tertulis maupun tidak tertulis yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara.
            Konstitusi adalah suatu naskah yang didalamnya memuat keseluruhan peraturan yang mengatur dan mengikat dalam penyenggaraan ketatanegaraan dalam suatu negara. Aturan tersebut dibuat berdasarkan nilai dan norma yang ada di masyarakat dan juga yang terkandung dalam pancasila. Nilai konsitusi menurut Karl Loewenski dibedakan 3 macam, yaitu:
a.       Nilai Normativ (murni dan konsekuen)
b.      Nilai Nominal (tidak sempurna)
c.       Nilai Sematik (tidak dilaksanakan)
2. Fungsi Konstitusi
            Konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah dan menggambarkan struktur pemerintahan suatu negara. Ada 3 unsur dalam konstitusi meliputi ketentuan tentang:
·         Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga negara didalamnya.
·         Tugas/wewenang masing-masing lembaga negara dan hubungan tatakerja antara satu lembaga dengan lain.
·         Jaminan hak asasi manusia dan warga negara
Perubahan konstitusi merupakan sesuatu yang wajar. Perubahan itu dadasarkan pada kepentingan negara dan bangsa. Ada 4 macam cara menurut CF Strong dalam perubahan UUD, yaitu:
1.      Oleh rakyat melalui referendum
2.      Oleh sejumlah negara bagian khususnya negara serikat
3.      Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus dibuat untuk keperluan negara
D. Kelompok 4:  Hubungan Negara dan Warga Negara dalam Negara Demokrasi
1. Pengertian Hak dan Kewajiban
            Hak asasi: hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah dari tuhan yang maha kuasa. Kewajiban Asasi adalah kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh seseorang dalam kaitannya dengan kepentingan dirinya sendiri, alam semesta, masyarakat, bangsa, negara maupun kedudukan sebagai makhluk hidup.
            Masyarakat barat lebih menekankan hak asasi daripada kewajiban asasi. Berbeda dengan masyarakat timur yang lebih menekankan kewajiban daripada hak asasi. Hak diri dileburkan  dalam hak kolektif/sosial. Realitas di Indonesia cenderung berbuat untuk orang lain daripada diri sendiri.
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
a. Kewajiban Negara antara lain :
            Melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Pembukaan UUD 1945, alinea IV)
b. Hak Warga Negara, antara lain :
Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28 B ayat 2)
c. Kewajiban Warga Negara, antara lain:
            Menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 28J, ayat 1)
d. Hak Negara

            Teori keadilan Aristoteles yang disebut keadilan legalis yaitu keharusan warga negara untuk taat kepada negara. Keharusan taat itulah yang menjadi Hak Negara.

TASAWUF DAN GERAKAN SOSIAL POLITIK DI INDONESIA

TASAWUF DAN GERAKAN SOSIAL POLITIK DI INDONESIA 

.    A.  LATAR BELAKANG
Tasawuf dianggap sebagai kemunduran bagi umat islam. Demokratisasi politik di indonesia sangat membutuhkan berbagai tawaran konsep-konsep politik pada umat islam agar mereka semakin cerdas dan arif menghadapinya. Tasawuf akhir-akhir ini dari waktu ke waktu semakin berkembang. . Semakin banyak bermunculan aliran tasawuf. Salah satunya tasawuf sosial yaitu tasawuf yang mementingkan kesalehan individual tetapi juga peka dan terlibat dalam gerakan perubahan sosial-politik. Walaupun ada beberapa organisasi keagamaan secara terang-terangan menolak adanya tasawuf.
Corak tasawuf sosial-politik ini berbeda dengan model tasawuf dalam bentuk zuhud. Model tasawuf ini pada intinya mengajak keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat atau melakukan zikir dan doa sekaligus tetap melakukan aktifitasnya  sehari-hari. Membanggakan pengakuan kembalinya nilai spiritual islam dapat dilakukan dengan memberikan porsi yang lebih besar terhadap dimensi tasawuf.  Tetapi disisi lain cukup mengkhawatirkan karena ajaran-ajaran tasawuf dalam bentuk  spiritual sering tanpa ditopang oleh agama tertentu.
Pentingnya tasawuf ditinjau kembali dari dimensi pertikularnya yang hanya sebatas ritual dan asketisme yang mempunyai sifat personal. Salah satunya mengkaitkan ajaran tasawuf dengan persoalan-persoalan sosial politik yang sedang berkembang sehingga melahirkan apa yang dimaksud tasawuf sosial politik. Salah satu saran kritikan terhadap tasawuf selama ini terutama tentang ajaran asketisme dan zuhud yang dianggap tidak relevan bagi zaman kemajuan dan pembangunan.




B.     PEMBAHASAN

1.      Tasawuf Sebagai Institusi Sosial
Kata sufisme hanya ada dalam agama islam sebab agama-agama lain tidak menggunakan istilah tersebut. Sufisme atau Tasawuf sebagaimana halnya mistisme yang mempunyai tujuan yaitu memeperoleh hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan. Sufisme di tuduh sebagai sumber bid’ah dan takhayul. Secara sosiologis tasawuf tidak hanya dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan terhadap dunia adikodrati yang bersifat illahi yang bersifat pribadi namun juga berkaitan dengan nilai, norma, intuisi, pelaku, ritual dan simbol yang bersifat sosial.
Tasawuf berkaitan erat dengan konstruksi sosial dan budaya yang merupakan refleksi dari tatanan hidup masyarakat yang mendukung. Paham tersebut biasanya dianut oleh paham fenomenologis seperti Peter L.Berger dan Thomas Luckman. Menurut mereka semua realitas sosial termasuk agama, terbentuk dari hasil dari proses dialektis dan eksternalisasi-objektivasi-internalisasi. Tiada realitas yang tidak terbentuk secara sosial dan tidak ada apapun yang tidak berdasarkan aktivitas dan kesadaran manusia.
Proses eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia kedalam dunia ini. Hal tersebut terlaksana melalui suatu kegiatan yang bersifat fisik maupun mental. Dalam hal ini manusia harus menciptakan dunia yang cocok dengan hakikat ekstensialnya, manusia harus menciptakan dunianya sendiri. Manusia bukan seperti makhluk-makhluk lain yang tercipta sesuai dengan keadaan alam. Maka dari itu manusia tidak hanya mencitakan benda-benda tetapi manusia juga menyadari keberadaannya. Hasil dari kegiatan tersebut menciptakan budaya atau culture. Kebudayaan atau culture merupakan seluruh produk hasil kegiatan manusia.
Kebudayaan hasil dari manusia baik yang material maupun yang immaterial tersebut berubah menjadi suatu realitas diluar penguasaan penciptanya. Realitas tersebut kemudian berubah menjadi realitas objektivasi. Realitas objektivasi berguna untuk mengatur keteraturan dalam masyarakat dan menghasilkan legitimasi. Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya manusia merupakan sebagai suatu kumpulan lembaga sosial yang mempunyai nilai dan normanya sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Norma dan nilai berwujud peran-peran yang harus dimainkan didalam masyarakat. Dengan memainkan peran tersebut manusia menghasilkan objektivitas intusional yang mungkin terpisah dalam dirinya. Begitu seseorang akan memainkan peran tersebut maka dia akan menyadari bahwa peran tersebut akan mendikte apa yang harus dia lakukan. Proses tersebut yang dinamakan internalisasi.
Zakat, merupakan ajaran islam tentang kesalehan sosial. Namun zakat juga penting terhadap kesalehan pribadi. Zakat menjaga harta dari kerusakan dan kekotoran dari pemiliknya. Jadi manfaat nya tidak hanya ada pada satu pihak. Tetapi kedua sisi juga merasakan kesalehan berzakat. Zakat tidak hanya dimaksudkan untuk orang lain tetapi juga untuk diri sendiri yaitu untuk membersihkan harta. Seperti halnya dengan haji yaitu menjaga kemabruran hajinya dengan selalu berbuat baik kepada orang lain.
Ada beberapa macam ketidak salehan sosial, diantaranya:
a.       Tidak memiliki keinginan untuk memelihara anak yatim,
b.      Enggan membantu fakir miskin,
c.       Menghalang-halangi seseorang yang ingin menolong orang lain.





2.      Tasawuf dan Kepemimpinan
Nabi Muhammad telah mengajarkan kita praktik-praktik beribadah baik secara vertical maupun horizontal. Nabi sering menyendiri dalam ritual keagamaannya perilaku tersebut sering disebut Tahannus (menyepi, merenung, berdzikir) di gua Hiro. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada sang pencipta. Kemudian tercerminlah sifat-sifat dan perilaku Rasul dalam kehidupan yang sufi. Perilaku tersebut selalu di contoh oleh sahabat-sahabat Nabi. Perilaku yang dicontoh adalah bersungguh-sungguh dalam berdzikir, sabar, syukur, rida, qana’ah dan zuhud dalam menjalankan kehidupan.
Al Ghazali merupakan orang yang paling berhasil dalam mengemukakan gagasan-gagasannya mengenai hakikat tasawuf yang di integrasikan dengan syariat islam dalam bentuk tulisan yang sistematis. Para pemimpin yang mendalami tarekat melalui pemahaman tasawuf dapat disebut sebagai sufi. Seorang sufi menghindari berbuat hina dan tidak layak menjadi seorang pemimpin. Dimana banyak generasi muda islam yang banyak terjerumus kedalam dunia matrealistik yang menjauhkan diri dari Tuhan.
Ajaran Tasawuf melalui tarekat mengajarkan diri untuk mengenal sang pencipta yang menghantarkan jiwa yang suci yang dalam istilah tasawuf dikenal dengan sebutan “wali”. Wali tidak hanya memiliki karomah dan kesaktian tertentu tetapi juga mempunyai kekuasaan yang diakui. Setiap manusia (muslim) merupakan wali (wakil) Allah yang menghuni bumi dan melestarikannya. Manusia diberikan akal pikiran oleh Allah berbeda dengan makhluk lainnya. Fitrah manusia adalah dengan menjadi suci kembali ketika menghadap sang pencipta. Hal itu hanya dapat dilakukan dengan menjadi islam yang kaffah.
            Tasawuf merupakan upaca manusia untuk mensucikan batin manusia dari syirik dan penyakit hati. Setiap individu yang menjalani tasawuf dengan kesungguhan, kepribadiannya menjadi sosok panutan dan pengayom bagi diri dan lingkungannya. Pemimpin yang tenang dalam jiwanya berarti mampu menciptakan situasi dan kondisi yang dipimpinnya aman dan tentram.  Demikian pula dalam menciptakan kerukunan dan kesejahteraan dalam menunjang kepemimpinannya. Hal tersebut dapat menjadikan manusia sebagai pemimpin yang bertanggungjawab.
            Tasawuf dan tarekat mempunyai peranan penting dalam mempertahankan eksistensi agama islam dalam negara dan bermasyarakat. Peranan diantaranya yaitu:
1)      Faktor pembentuk mode dan fungsi negara
2)      Sebagai petunjuk jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi
3)      Sebagai benteng pertahanan menghadapi kolonialisme Eropa
Tasawuf yang kontekstual pada zaman ini disebut sebagai spiritualisme sosial. Dalam bidang sosial politik, sumbangan dan peran kaum sufi tidak kalah dengan pemimpin lain. Tarekat-tarekat sufi pada masa lalu berperan sebagai kekuatan kekuatan politik diberbagai negri islam. Tarekat safawi misalnya berubah dari gerakan spiritual menjadi gerakan politik dan militer.
Di ezaman sekarang hidup berbangsa dan bernegara, kepemimpinan umat islam dapat dicapai melalui proses politik maupun sistem kerajaan.  Indonesia yang menganut sistem demokrasi pancasila menuntut umat islam untuk terlibat dalam dunia politik. Sejak berdirinya negara, para pendahulu sudah berperan dalam proses kepemimpinan. Pancasila sebagai dasar negara merupakanijtihad para bangsa.
Dalam konten demokrasi, politik merupakan alat untuk meraih kekuasaan. Politik dapat membawa manfaat atau kemadaratan dandapat melukai  apabila lalai dalam mengemban tugas. Dalam berpolitik Al-Quran dan As-Sunnah wajib menjadi rambu-rambu dan pedoman dalam berpolitik. Sungguh tepat dan relevan apabila seluruh pemimpin menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai acuan dan pedoman karena dengan berpedoman pada hal tersebut dapat membentuk pribadi yang unggul dalam kepemimpinan.
Kegagalan dalam berpolitik tidak hanya dialami partai Nasional tetapi juga dialaimi oleh partai berbasis agama. Kegagalan terebut diakibatkan karena tidak cukup kuat menghadapi cobaan kekuasaan. Kelalaian akan garis perjuangan yang di emban menjadi penyebab kegagalan tersebut. Banyak politikus yang awalnya berjalan lurus tetapi ditengah jalan menghadai rintangan dan pada akhirnya tersesat dalam godaan segala jenis nafsu.

















C.    KESIMPULAN
Tasawuf tidak hanya identik mengenai ajaran pengasingan diri, kontemplasi, dan hidup zuhud. Tasawuf juga berpengaruh pada aspek lain, salah satunya aspek sosial-politik.  Yang berart tasawuf lebih menekankan terhadap perubahan sosial, tanggap terhadap kehidupan sosial serta mengikuti dan terlibat dalam pergolakan politik yang ada. Dalam konteks ini tasawuf juga dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan zaman modern tanpa meninggalkan nilai spiritual.














Daftar Pustaka
Achmad Nurcholis, Tasawuf Antara Kesalehan Individu Dan Dimensi Sosial, Fakultas Tarbiyah STAIN Tulungagung, volume 1 no.2 Desember 2011.

Farhan, Islam dan Tasawuf di Indonesia: Kaderisasi Pemimpin melalui Organisasi MATAN, IAIN Nurul Jadid Paiton, Volume 2 no. 1 2016.

TASAWUF DAN GERAKAN SOSIAL POLITIK DI INDONESIA

TASAWUF DAN GERAKAN SOSIAL POLITIK DI INDONESIA 

.    A.  LATAR BELAKANG
Tasawuf dianggap sebagai kemunduran bagi umat islam. Demokratisasi politik di indonesia sangat membutuhkan berbagai tawaran konsep-konsep politik pada umat islam agar mereka semakin cerdas dan arif menghadapinya. Tasawuf akhir-akhir ini dari waktu ke waktu semakin berkembang. . Semakin banyak bermunculan aliran tasawuf. Salah satunya tasawuf sosial yaitu tasawuf yang mementingkan kesalehan individual tetapi juga peka dan terlibat dalam gerakan perubahan sosial-politik. Walaupun ada beberapa organisasi keagamaan secara terang-terangan menolak adanya tasawuf.
Corak tasawuf sosial-politik ini berbeda dengan model tasawuf dalam bentuk zuhud. Model tasawuf ini pada intinya mengajak keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat atau melakukan zikir dan doa sekaligus tetap melakukan aktifitasnya  sehari-hari. Membanggakan pengakuan kembalinya nilai spiritual islam dapat dilakukan dengan memberikan porsi yang lebih besar terhadap dimensi tasawuf.  Tetapi disisi lain cukup mengkhawatirkan karena ajaran-ajaran tasawuf dalam bentuk  spiritual sering tanpa ditopang oleh agama tertentu.
Pentingnya tasawuf ditinjau kembali dari dimensi pertikularnya yang hanya sebatas ritual dan asketisme yang mempunyai sifat personal. Salah satunya mengkaitkan ajaran tasawuf dengan persoalan-persoalan sosial politik yang sedang berkembang sehingga melahirkan apa yang dimaksud tasawuf sosial politik. Salah satu saran kritikan terhadap tasawuf selama ini terutama tentang ajaran asketisme dan zuhud yang dianggap tidak relevan bagi zaman kemajuan dan pembangunan.




B.     PEMBAHASAN

1.      Tasawuf Sebagai Institusi Sosial
Kata sufisme hanya ada dalam agama islam sebab agama-agama lain tidak menggunakan istilah tersebut. Sufisme atau Tasawuf sebagaimana halnya mistisme yang mempunyai tujuan yaitu memeperoleh hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan. Sufisme di tuduh sebagai sumber bid’ah dan takhayul. Secara sosiologis tasawuf tidak hanya dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan terhadap dunia adikodrati yang bersifat illahi yang bersifat pribadi namun juga berkaitan dengan nilai, norma, intuisi, pelaku, ritual dan simbol yang bersifat sosial.
Tasawuf berkaitan erat dengan konstruksi sosial dan budaya yang merupakan refleksi dari tatanan hidup masyarakat yang mendukung. Paham tersebut biasanya dianut oleh paham fenomenologis seperti Peter L.Berger dan Thomas Luckman. Menurut mereka semua realitas sosial termasuk agama, terbentuk dari hasil dari proses dialektis dan eksternalisasi-objektivasi-internalisasi. Tiada realitas yang tidak terbentuk secara sosial dan tidak ada apapun yang tidak berdasarkan aktivitas dan kesadaran manusia.
Proses eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia kedalam dunia ini. Hal tersebut terlaksana melalui suatu kegiatan yang bersifat fisik maupun mental. Dalam hal ini manusia harus menciptakan dunia yang cocok dengan hakikat ekstensialnya, manusia harus menciptakan dunianya sendiri. Manusia bukan seperti makhluk-makhluk lain yang tercipta sesuai dengan keadaan alam. Maka dari itu manusia tidak hanya mencitakan benda-benda tetapi manusia juga menyadari keberadaannya. Hasil dari kegiatan tersebut menciptakan budaya atau culture. Kebudayaan atau culture merupakan seluruh produk hasil kegiatan manusia.
Kebudayaan hasil dari manusia baik yang material maupun yang immaterial tersebut berubah menjadi suatu realitas diluar penguasaan penciptanya. Realitas tersebut kemudian berubah menjadi realitas objektivasi. Realitas objektivasi berguna untuk mengatur keteraturan dalam masyarakat dan menghasilkan legitimasi. Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya manusia merupakan sebagai suatu kumpulan lembaga sosial yang mempunyai nilai dan normanya sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Norma dan nilai berwujud peran-peran yang harus dimainkan didalam masyarakat. Dengan memainkan peran tersebut manusia menghasilkan objektivitas intusional yang mungkin terpisah dalam dirinya. Begitu seseorang akan memainkan peran tersebut maka dia akan menyadari bahwa peran tersebut akan mendikte apa yang harus dia lakukan. Proses tersebut yang dinamakan internalisasi.
Zakat, merupakan ajaran islam tentang kesalehan sosial. Namun zakat juga penting terhadap kesalehan pribadi. Zakat menjaga harta dari kerusakan dan kekotoran dari pemiliknya. Jadi manfaat nya tidak hanya ada pada satu pihak. Tetapi kedua sisi juga merasakan kesalehan berzakat. Zakat tidak hanya dimaksudkan untuk orang lain tetapi juga untuk diri sendiri yaitu untuk membersihkan harta. Seperti halnya dengan haji yaitu menjaga kemabruran hajinya dengan selalu berbuat baik kepada orang lain.
Ada beberapa macam ketidak salehan sosial, diantaranya:
a.       Tidak memiliki keinginan untuk memelihara anak yatim,
b.      Enggan membantu fakir miskin,
c.       Menghalang-halangi seseorang yang ingin menolong orang lain.





2.      Tasawuf dan Kepemimpinan
Nabi Muhammad telah mengajarkan kita praktik-praktik beribadah baik secara vertical maupun horizontal. Nabi sering menyendiri dalam ritual keagamaannya perilaku tersebut sering disebut Tahannus (menyepi, merenung, berdzikir) di gua Hiro. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada sang pencipta. Kemudian tercerminlah sifat-sifat dan perilaku Rasul dalam kehidupan yang sufi. Perilaku tersebut selalu di contoh oleh sahabat-sahabat Nabi. Perilaku yang dicontoh adalah bersungguh-sungguh dalam berdzikir, sabar, syukur, rida, qana’ah dan zuhud dalam menjalankan kehidupan.
Al Ghazali merupakan orang yang paling berhasil dalam mengemukakan gagasan-gagasannya mengenai hakikat tasawuf yang di integrasikan dengan syariat islam dalam bentuk tulisan yang sistematis. Para pemimpin yang mendalami tarekat melalui pemahaman tasawuf dapat disebut sebagai sufi. Seorang sufi menghindari berbuat hina dan tidak layak menjadi seorang pemimpin. Dimana banyak generasi muda islam yang banyak terjerumus kedalam dunia matrealistik yang menjauhkan diri dari Tuhan.
Ajaran Tasawuf melalui tarekat mengajarkan diri untuk mengenal sang pencipta yang menghantarkan jiwa yang suci yang dalam istilah tasawuf dikenal dengan sebutan “wali”. Wali tidak hanya memiliki karomah dan kesaktian tertentu tetapi juga mempunyai kekuasaan yang diakui. Setiap manusia (muslim) merupakan wali (wakil) Allah yang menghuni bumi dan melestarikannya. Manusia diberikan akal pikiran oleh Allah berbeda dengan makhluk lainnya. Fitrah manusia adalah dengan menjadi suci kembali ketika menghadap sang pencipta. Hal itu hanya dapat dilakukan dengan menjadi islam yang kaffah.
            Tasawuf merupakan upaca manusia untuk mensucikan batin manusia dari syirik dan penyakit hati. Setiap individu yang menjalani tasawuf dengan kesungguhan, kepribadiannya menjadi sosok panutan dan pengayom bagi diri dan lingkungannya. Pemimpin yang tenang dalam jiwanya berarti mampu menciptakan situasi dan kondisi yang dipimpinnya aman dan tentram.  Demikian pula dalam menciptakan kerukunan dan kesejahteraan dalam menunjang kepemimpinannya. Hal tersebut dapat menjadikan manusia sebagai pemimpin yang bertanggungjawab.
            Tasawuf dan tarekat mempunyai peranan penting dalam mempertahankan eksistensi agama islam dalam negara dan bermasyarakat. Peranan diantaranya yaitu:
1)      Faktor pembentuk mode dan fungsi negara
2)      Sebagai petunjuk jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi
3)      Sebagai benteng pertahanan menghadapi kolonialisme Eropa
Tasawuf yang kontekstual pada zaman ini disebut sebagai spiritualisme sosial. Dalam bidang sosial politik, sumbangan dan peran kaum sufi tidak kalah dengan pemimpin lain. Tarekat-tarekat sufi pada masa lalu berperan sebagai kekuatan kekuatan politik diberbagai negri islam. Tarekat safawi misalnya berubah dari gerakan spiritual menjadi gerakan politik dan militer.
Di ezaman sekarang hidup berbangsa dan bernegara, kepemimpinan umat islam dapat dicapai melalui proses politik maupun sistem kerajaan.  Indonesia yang menganut sistem demokrasi pancasila menuntut umat islam untuk terlibat dalam dunia politik. Sejak berdirinya negara, para pendahulu sudah berperan dalam proses kepemimpinan. Pancasila sebagai dasar negara merupakanijtihad para bangsa.
Dalam konten demokrasi, politik merupakan alat untuk meraih kekuasaan. Politik dapat membawa manfaat atau kemadaratan dandapat melukai  apabila lalai dalam mengemban tugas. Dalam berpolitik Al-Quran dan As-Sunnah wajib menjadi rambu-rambu dan pedoman dalam berpolitik. Sungguh tepat dan relevan apabila seluruh pemimpin menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai acuan dan pedoman karena dengan berpedoman pada hal tersebut dapat membentuk pribadi yang unggul dalam kepemimpinan.
Kegagalan dalam berpolitik tidak hanya dialami partai Nasional tetapi juga dialaimi oleh partai berbasis agama. Kegagalan terebut diakibatkan karena tidak cukup kuat menghadapi cobaan kekuasaan. Kelalaian akan garis perjuangan yang di emban menjadi penyebab kegagalan tersebut. Banyak politikus yang awalnya berjalan lurus tetapi ditengah jalan menghadai rintangan dan pada akhirnya tersesat dalam godaan segala jenis nafsu.

















C.    KESIMPULAN
Tasawuf tidak hanya identik mengenai ajaran pengasingan diri, kontemplasi, dan hidup zuhud. Tasawuf juga berpengaruh pada aspek lain, salah satunya aspek sosial-politik.  Yang berart tasawuf lebih menekankan terhadap perubahan sosial, tanggap terhadap kehidupan sosial serta mengikuti dan terlibat dalam pergolakan politik yang ada. Dalam konteks ini tasawuf juga dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan zaman modern tanpa meninggalkan nilai spiritual.














Daftar Pustaka
Achmad Nurcholis, Tasawuf Antara Kesalehan Individu Dan Dimensi Sosial, Fakultas Tarbiyah STAIN Tulungagung, volume 1 no.2 Desember 2011.

Farhan, Islam dan Tasawuf di Indonesia: Kaderisasi Pemimpin melalui Organisasi MATAN, IAIN Nurul Jadid Paiton, Volume 2 no. 1 2016.

Pengertian Dan Penerapan Induktif-Deduktif dalam Ilmu Pengetahuan


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Deduktif dan Induktif
1.      Pengertian Deduktif
Dalam memecahkan suatu permasalahan dalam filsafat ada tiga metode yang digunakan yaitu metode deduktif, induktif dan metode dialetika. Tetapi yang penulis tekankan hanya pada metode deduktif dan induktif. Metode deduktif yaitu proses untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan menarik dugaan-dugaan sementara dari suatu pengujian. Metode ini berfikir dimana suatu kesimpulan diambil dari pinsip-prinsip umum dan diterapkan pada suatu yang besifat khusus.
Metode deduktif berakhir dengan perumusan dugaan sementara yang ditarik secara logis dari pengujian eksplanatoris. Eksplanatoris merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji suatu teori atau penelitian untuk memperkuat atau menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada. Eksplanatori bertujuan untuk mengetahui, memperoleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang belum diketahui.  .
Contoh metode deduktif: setiap manusia yang lahir di dunia pasti akan mengalami kematian. Si Ahmad adalah manusia berdasarkan ketantuan yang bersifat umum itu Ahmad akan mengalami kematian karena Ahmad merupakan manusia.
Umum             : Manusia mengalami kematian
Khusus            : Ahmad adalah manusia
Kesimpulan     : Ahmad akan mengalami kematian
           

2.      Pengertian Induktif
Metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Pada umumnya bersifat generalisasi. Metode induktif berdasarkan sejumlah fenomena, fakta, atau data tertentu yang dirumuskan dalam proporsi-proporsi tunggal sehingga ditarik kesimpulan yang dianggap benar dan berlaku untuk umum. Dengan mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan menyusunnya dalam suatu ucapan khusus. Pada penggunaan metode induktif, kesimpulan yang diperoleh merupakan suatu keadaan yang boleh jadi benar.
Diawali dengan penelitian untuk mengamati berbagai fenomena dan mengumpulkan berbagai macam fakta dan data yang kemudian dievaluasi untuk bisa melahirkan kesimpulan umum tertentu. Kesimpulan tesebut merupakan generalisasi dari fakta dan data atau proporsi tunggal yang ada yang memperlihatkan kesamaan, keterkaitan, dan regularitas antara fakta yang ada.
Dengan menggunakan cara kerja induksi kita bisa langsung menyimpulkan umum tertentu dianggap benar, kebenaran-kesimpulan itu entah berbentuk hukum atau teori ilmiah harus dianggap bersifat sementara. Dengan kata lain, kita secara sah mendasarkan diri pada berbagai fakta untuk menarik suatu kesimpulan yang benar. Hal ini tidak menjamin bahwa kesimpulan tersebut benar secara mutlak karena yang mendasari induktif adalah bahwa induksi tersebut tidak lengkap.
Dalam penelitian ilmu sosial (humaniora) induksi ini semakin menjadi case-study. Permasalahan manusia yang konkret dan individual dalam jumlah terbatas dianalisis, dan hasil dari analisis yaitu pemahan kemudian dirumuskan dalam ucapan umum. Titik pangkal penelitian ditemukan pada kenyataan yang dialami sendiri, atau pada pengalaman yang konkret dan individual. Fakta yang ditemukan disebut intuisi.
Contoh metode induktif :
                        Khusus            : si Ahmad adalah manusia
                        Umum             : ia akan mati
                        Kesimpulan     : seluruh manusia akan mati

B.     Penerapan Deduktif Induktif dalam Ilmu Pengetahuan
1.      Penerapan Deduktif
Dari pengertian umum dibuat eksplisitasi dan penerapan yang lebih khusus, dibedakan menjadi 2 tahap yaitu:
a.       Dari pengertian yang telah diubah menjadi umum dapat dibuat deduksi mengenai sifat-sifat yang lebih khusus yang mengalir dari yang umum tadi. Tapi masih dalam konteks pengertian umum.
b.      Semua yang dari umum harus dikaji kembali menjadi yang individual apakah sesuai dengan kenyataan real lalu direfleksikan kembali
2.      Penerapan Induktif
Langkah-langkah Metode Induksi

Menurut Ricoeur ada 2 (dua) langkah generalisasi yang disebut Distanciation, atau penjarakan (1982. Hal. 13-4), yaitu:
1.      Makna objekektif dalam ekspresi terlepas dari maksud subjek yang mengatakan, yang menunjukan, yang menampakkan, sejauh maksud itu eksentrisik dari ekspresi sendiri ataupun subjektistis. Misal: tidak diperhatikan lagi, apakah subjek mau menipu, mau di puji atau mau berdamai.
2.      Makna objektif dilepaskan dari situasi konkret, yang kebetulan, yang bisa bervariasi banyak. Misal dicari arti pokok dalam ‘kebebasan’.’mengerti’.’kesetiaan’.